Kedudukan
Cinta Kepada ALLAH dan Rasul-Nya
Dalam kitab “Raudhah Al Mahbub min
Kalaam muharrik Al Quluub”, Ibnul Qayyim Al-Jauziyah mengatakan : “Cinta ibarat
pohon yang tumbuh di hati. Tonggaknya adalah menghinakan diri di hadapan yang
dicintai, batangnya adalah ma’rifat kepada-Nya, sedangkan dahannya adalah rasa
takut, daunnya adalah rasa malu, buahnya adalah taat, air yang menyburkannya
adalah dzikir kepada-Nya, maka tatkala cinta kehilangan salah satu di antara
hal-hal tersebut, hilanglah sifat kesempurnaannya.
Islam adalah agama yang mendasari
ajarannya dengan realitas, bukan agama yang didasarkan pada khayalan dan ilusi.
Ia tidak menafikan adanya perasaan saling mencintai antar manusia, sebab itu
adalah fitrah manusia. Secara naluri kita mencintai istri, keluarga, harta dan
tempat tinggal. Akan tetapi tidak sepatutnya sesuatu yang bersifat duniawi ini
lebih ia cenderungi dan cintai dibanding ALLAH dan Rasul-Nya. Jika ia lebih
mencintainya, berarti tidak sempurna imannya. Ia harus berusaha
menyempurnakannya.
Mencintai ALLAH dan Rasul-Nya
melebihi dari segalanya adalah jalan menuju keselamatan yang hakiki. ALLAH.
Dialah Dzat yang paling berhak untuk dicintai, yang lebih patut menjadi labuhan
hati dibandingkan orang tua, anak, bahkan diri sendiri. Inilah maqom tertinggi
dari berbagai tingkatan cinta bagi para pencari cinta. Inilah cinta yang
menyelamatkan.
“Tatkala seorang bertanya kepada
Rasulullah SAW tentang hari kiamat, beliau menjawab dengan sebuah pertanyaan,
‘Apa yang sudah engkau persiapkan untuknya? Orang itu menjawab, ‘Tidak ada lain
kecuali bahwa saya mencintai ALLAH dan Rasu-Nya.’ Rasulullah bersabda : ‘Engkau
beserta orang yang engkau cintai. ” (HR Bukhari Muslim)
Sungguh cinta kita kepada kedua
orang tua, keluarga dan dunia tidak boleh melebihi cinta kita kepada Rasul-Nya,
yaitunabi Muhammad SAW. Dari Anas ra., dia berkata bahwa Nabi bersabda :
“Tidak beriman salah seorang dari
kalian sehingga aku lebih dicintai daripada orang tuanya, anaknya dan seluruh
manusia.” (HR Bukhari dan Muslim)
Kecintaan kita kepada Rasulullah itu
mengikuti kecintaan kita kepada ALLAH SWT. Dan ini merupakan buah kecintaan
kita kepada-Nya.
“Katakanlah : ‘Jika kamu benar-benar
mencintai ALLAH, ikutilah aku, niscaya ALLAH mengasihi dan mengampuni
dosa-dosamu.’ ALLAH Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Ali Imran : 3)
Semoga kita mampu mengamalkan apa yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya. Amiiin
BalasHapus