Kamis, 25 April 2013

pemimpin yang cerdas banyak tapi yang bijak sedikit


Pemimpin yang Cerdas Banyak, tapi yang Bijak Sedikit
Oleh : Giorgio Babo Moggi
“…Pemimpin yang cerdas belum tentu bijaksana. Tetapi pemimpin yang bijaksana pasti cerdas…”

Tulisan berikut hendak mengangkat perspektif kecerdasan dan kebijaksanaan dalam ranah kepemimpinan.

Banyak buku mengupas dan mengklafikasikan tentang kecerdasan, di antaranya IQ (kecerdasan inteletual), EQ (kecerdasan emosional), dan SQ (kecerdasan spiritual). Mengadalkan kecerdasan intelektual semata menjadi pincang, tanpa keseimbangan dengan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Demikian sebaliknya. Tiga kecerdasan ini harus seimbang. Satu dan yang lainnnya saling mendukung.
Bagaimana dengan kaitan kategori kecerdasan ini dengan kepemimpinan? Untuk menjadi pemimpin harus memiliki tiga kecerdasan di atas, yakni IQ, EQ dan SQ. Gabungan ketiga kecerdasan ini diramu menjadi LQ (kecerdasan kepemimpinan). Pemimpin yang memiliki LQ pasti pemimpin yang bijaksana. Ia mengandalkan nalar, budi dan Tuhan.
Merindukan pemimpin yang cerdas pasti mudah didapat. Ada banyak pemimpin yang memiliki tipikal smart negeri ini. Itu bisa ditunjukkan dengan gelarnya yang lebih panjang daripada namanya. Orang memiliki banyak gelar pasti orang cerdas. Radius pengetahuan di bidangnya sangat luas. Meskipun kenyataan pemimpin yang memiliki gelar masih dalam tanda petik, karena di negeri ini juga ada lembaga yang masih jual beli gelar.
Mendambakan pemimpin yang bijak tidak mudah. Dari seribu calon pemimpin mungkin hanya ada satu yang bijak.
Pemimpin yang cerdas belum tentu bijaksana. Tetapi pemimpin yang bijaksana pasti pemimpin yang cerdas. Pemimpin yang cerdas banyak, tetapi pemimpin yang bijak sedikit. Itu sulitnya mencari figur pemimpin sejati! Sejauh yang bisa kita lakukan mencari atau memilih figur yang mendekati tipe pemimpin yang bijaksana.
Salomo sendiri merasa diri belum cukup menjadi pemimpin. Karena itu Salomo berdoa kepada Tuhan untuk memberinya hikmat kebijaksanaan (1 Raja-raja:3:5-14). Mengandalkan kecerdasan dan kekuasaan sebuah keniscayaan. Ia memerlukan hikmat kebijaksanaan.
Semoga pelajaran Salomo “mewabah” kepada para pemimpin. Sekalipun kekuasaan sudah dalam genggaman, tidak boleh lupa mminta hikmat kebijaksanaan dari-Nya. Ya, ia mungkin CERDAS, tetapi belum tentu BIJAKSANA! Di situ pula KEWIBAWAAN sang pemimpin yang dirindukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar